Rabu, Juli 29, 2009


"Kompos Cacing Tanah" (KASTING)
Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan karakteristik pupuk anorganik, antara lain kandungan unsur hara yang relatif tinggi dan penggunaan yang relative praktis, meskipun sebenarnya petani menyadari harga pupuk anorganik lebih mahal. Kondisi ini semakin terasa dengan semakin naiknya harga sarana produksi pertanian, terutama pupuk organik. Namun proses pengomposan secara alami untuk mendapatkan pupuk organik memerlukan waktu yang cukup lama dan dianggap kurang dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat.Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pupuk organik kini ditemukan beberapa aktivator yang dapat mempercepat proses pengomposan sehingga kontinuitas produksi pupuk organik lebih terjamin.

Kompos Cacing Tanah

Kompos cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses pengomposan juga dapat melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara cacing tanah dengan mikro organisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat.Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan casting tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai pupuk.

Mengenal Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60 - 90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius.Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar. Dari persyaratan tersebut, jenis cacing yang cocok yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, dan Pheretima asiatica.Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain memberikan kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama selulosa, dan merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing tanah.Memperoleh Bibit CacingDalam pembuatan casting, penyediaan bibit cacing merupakan hal yang utama. Bibit ini dapat diperoleh di peternak cacing. Dengan membeli di peternak, cacing yang diperoleh telah jelas jenis, umur dan beratnya. Di peternak, bibit cacing dijual per kilogram.Dalam membeli cacing tersebut, perlu disediakan wadah untuk membawanya.Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga untuk budidaya cacing. Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu diisi cacing yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari, wadah ditutup dengan potongan batang pisang.Cara PembuatanAda dua cara pembuatan casting.Cara pertama, dalam cara ini perlu dipersiapkan mengenai cacingnya, bahan yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan. Setelah semuanya disiapkan, tinggal proses pengomposan.- Pengadaan cacing tanahJumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan. Ada yang menggunakan pedoman bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm dibutuhkan sekitar 2000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibituhkan 100 gram cacing tanah. Perlu diketahui bahwa dalam satu hari cacing tanah akan memakan makanan seberat tubuhnya, misalnya bobot cacing 1 gram maka dalam satu hari cacing akan memakan 1 gram makanan.- BahanBahan yang digunakan berupa anorganik (limbah organik), seperti sisa sayursayuran, dedaunan atau kotoran hewan. Dengan demikian proses pengomposan cara ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan cacing yang menjadi sumber protein hewani bila digunakan sebagai pakan ternak.Bahan organik ini tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing, tetapi harus dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu dibiarkan sekitar 1 minggu.Selain bahan organik yang diberikan pada awal sebagai media, diperlukan juga makanan tambahan untuk menghindari makanan yang asam karena berbahaya bagi cacing. Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran hewan atau sisa tanaman yang telah dihaluskan.- WadahWadah yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting dapat berupa kayu, plastik, atau hanya berupa lubang-lubang dalam tanah. Perlu diperhatikan, wadah tersebut tidak terbuat dari logam atau alumunium yang dapat membahayakan cacing. Beberapa bahan serta ukuran yang biasa dibuat untuk wadah pembudidayaan cacing yaitu: kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15 cm3, lubang tanah berukuran 8 x 0,2 m3, drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.
Proses Pengomposan
1. Limbah organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan agar gas yang dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan dibalik minimal 3 hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu.
2. Setelah sampah tidak panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah disediakan. Akan lebih baik bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak baru dan tidak kadaluwarsa. Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan untuk menambah unsur hara bagi pupuk yang dihasilkan. Setiap hari ditambahkan makanan tambahan berupa kotoran hewan yang telah diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya cacing 1 gram maka makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram.
3. Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil kompos ini juga tidak berbau.
4. Setelah cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual yaitu dengan bantuan tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas.Casting dari proses ini ternyata mengandung komponen biologis dan khemis. Komponen biologis yang terkandung yaitu bakteri, actinonmycetes, jamur, dan zat pengatur tumbuh (giberelin, sitokini dan auksin). Adapun komponen kimianya yaitu pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4%, fosfor 0,3 – 3,5%, kalium 0,2 – 2,1%, belerang 0,24 – 0,63%, mangnesium 0,3 – 0,6%, dan besi 0,4 – 1,6%.Cara keduaCara ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini sangat spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran kerbau, cacing jenis ini akan mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum diketahui sifat pastinya yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibandingkan jenis cacing pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, tubuhnya berwarna merah.Karena cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk casting ini adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kirakira telah dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, kotoran terlalu lembab. Namun apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering (kelembabannya kurang).Tempat pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar matahari maupun air hujan. Ingat cacing tidak tahan sinar matahari langsung.
Tahap-tahap pengomposan sebagai berikut:
1. Cacing (biasanya dengan medianya) dicampur dan diletakkan diantara kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing diletakkan dibentuk seperti bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi kurang lebih 15 dan panjang tergantung bahan dan lokasi. Apabila kotoran ini terlalu kering karena telah lama dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup dengan karung goni untuk menjaga kelembaban.
2. Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran tersebut agak diratakan sehingga permukaan menjadi lebar kurang lebih 1 m. Perlakuan ini untuk meratakan cacing juga.
3. Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan lagi seperti nomor 2. Pada saat ini kotoran tidak menggumpal lagi, sebagian besar telah berubah menjadi gembur (remah). Pada tahap ini, disisi kiri dan kanan bedengan diberi tumpukan kotoran kerbau lagi. Hal ini dilakukan karena cacing yang telah selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan yang baru yaitu kotoran yang baru diletakkan. Proses ini diperkirakan berlangsung selama 1 minggu.
4. Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah gembur, remah, lebih kering, dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal. Kotoran kerbau yang telah menjadi casting ini disaring dengan saringan pasir sehingga diperoleh hasil casting yang halus. Sisa dari penyaringan, berupa tanah atau jerami yang tidak tersaring sebaiknya dibuang atau disisihkan.
5. Pada tahap ini kemungkinan masih ada casting yang lolos dari saringan sehingga perlu dikeluarkan. Caranya yaitu dengan meletakkan kotoran kerbau yang masih bongkahan disisi atau disekitar gundukan. Tunggu sekitar 1 minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar dari gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
6. Casting yang telah disaring dapat disaring lagi agar hasil yang diperoleh lebih bagus. Adapun kotoran yang telah berisi casting dipisahkan untuk diproses menjadi casting seperti no.2. Casting yang telah jadi dikemas dengan plastik.
Dari hasil laboratorium, casting yang dihasilkan dari kotoran kerbau mempunyai kandungan sebagai berikut:
  1. Kadar lengas (%) 2mm
  2. 10,286Kadar lengas (%) 0,5 mm
  3. 10,1C (%)
  4. 39,532BO (%)
  5. 68,158N total (%)
  6. 1,182P total (ppm P)
  7. 456,748K total (%)
  8. 1,504Ca total (%)
  9. 0,208Mg total (%)
  10. 0,048Zn (ppm)
  11. 174,032Cu (ppm)
  12. tak tersidikMn (ppm)
  13. 1610,676Fe (%)
  14. 1,174Humat (%)
  15. 0,952Fulfat (%)
Sumber bacaan:
Membuat Kompos Secara Kilat oleh Yovita Hety IndrianiWarsana, SP.M. Penulis adalah Penyuluh Pertanian di BPTP Jawa Tengah, BBP2TPDimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 4 Februari 2009

Selasa, Juli 28, 2009

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

1. Syarat Tumbuh
Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0-1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu siang hari 24°C dan malam hari antara 15°C-20°C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal antara 24 °C - 28°C. Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik.
Kemasaman tanah sekitar 5.5 - 6.5, penyerapan unsur hara terutama fosfat, kalium dan besi oleh tanaman tomat.

2. Penyiapan Lahan
Lahan yang akan ditanami tanaman tomat diusahakan bukan bekas tanaman sefamili seperti kentang, bedengan dengan lebar 110 -120 cm, tinggi 50 - 60 cm, dan j arak antar bedengan 50 - 60 cm, pupuk kandang matang sebanyak 10 - 20 ton/ha yang dicampur dengan tanah secara merata.

3. Pemeliharaan
a. Pemupukan
Tanaman tomat memerlukan unsur hara makro N,P,K,Ca dan Mg serta unsur hara mikro Zn dan B.
b. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
Beberapa keuntungan penggunaan mulsa plastik yaitu :
a. Mengurangi fluktuasi suhu tanah.
b. Mengurangi evaporasi tanah, sehingga kelembaban tanah dapat dipertahankan.
c. Mengurangi kerusakan (erosi) tanah karena air hujan.
d. Menekan pertumbuhan gulma, mengurangi pencucian hara terutama
e. Nitrogen dan meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah.
f. Mengurangi serangan hama pengisap (Thrips, tungau dan kutu daun) dan penyakit tular tanah (rebah kecambah dan akar bengkak).
c. Pemasangan Turus
Pemasangan turus dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh tegak, mengurangi kerusakan fisik tanaman, memperbaiki pertumbuhan daun dan tunas serta mempermudah penyemprotan pestisida dan pemupukan. Pemangkasan
Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil buah tomat adalah dengan cara pemangkasan. Pemangkasan cabang dengan meninggalkan satu cabang utama per tanaman akan menghasilkan buah tomat dengan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan . tanpa pemangkasan. Jumlah cabang yang hanis dipertahankan per tanaman tergantung pada kultivar yang ditanam.
Tanaman tomat memerlukan air dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Semakin sering frekuensi pemberian air semakin baik pula sifat fisik buah tomat yang dihasilkan.

4. Panen
d. Panen pertama dilakukan saat berumur 3 bulan.
e. Dipilih yang sudah tua dan jangan memetik yang masih basah, karena tidak tahan lama.
f. Buah jangan jatuh.
g. Buah jangan terluka.

HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama
1. UlatTanah (AgrotisipsilonHufn.)
Ordo : Lepidoptera, Famili : Noctuidae
a. Gejala :
b. Terpotongnya pangkal batang tanaman muda yang baru ditanam di lapangan, menyebabkan tanaman roboh terpotong sering terjadi awal musim kemarau.
Ulat tanah ini bersifat polifag, sehingga mempunyai banyak tanaman inang seperti tomat, kentang, cabe, kubis, jagung dll yang masih muda.
c. Pengamatan
· Pengamatan dilakukan pada 10 % populasi tanaman,
d. Pengendalian
· Cara kultur teknis
- Penanaman bibit tanaman yang toleran atau resisten terhadap serangan ulat tanah.
· Cara fisik dan mekanis dengan sanitasi disekitar tanaman,mengumpulkan dan membunuh ulat langsung,
· Cara biologis
- Memanfaatkan musuh alami parasitoid, seperti Apanteles ruficrus dan Tritaxys braueri.
- Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
· Cara kimiawi
Apabila cara pengendalian lainnya tidak mampu menekan populasi serangan ulat tanah, aplikasi insektisida selektif dan efektif sesuai dosis/ konsentrasi yang direkomendasi.
2. Ulat Buah (Helicoverpa armigera Hubn.)
a. Gejala
· Ulat melubangi buah, buah yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah.

b. Pengamatan
· Pengamatan dilakukan pada 10 % populasi tanaman,.
c. Pengendalian
· Cara kultur teknis
· Cara fisik dan mekanis
· Cara biologis
- Memanfaatkan musuh alami parasitoid, predator dan patogen.
- Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
· Cara kimiawi
aplikasi insektisida selektif dan efektif sesuai dosis/ konsentrasi yang direkomendasi.
3. Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Ordo : Homoptera Famili : Aphididae
a. Gejala
· Berupa bercak nekrotik pada daun yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun dihisap nimfa dan serangga dewasa,merupakan vektor TLCV ( Tomato Leaf Curl Virus)
b. Pengamatan
· Pengamatan dilakukan pada 10 % populasi tanaman,.
d. Pengendalian
· Cara kultur teknis
· Cara fisik dan mekanis
· Cara biologis
Memanfaatkan musuh alami parasitoid seperti Encarsia sp., dan predator seperti Scymnus, sp., Menochillus sp., dan Amblyseius sp.
Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
· Cara kimiawi
Aplikasikan insektisida selektif dan efektif sesuai dosis/ konsentrasi yang direkomendasi.
4. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
a. Gejala
· ulat grayak menyerang epidermis dengan meninggalkan bagian atas daun hingga barupa bercak-bercak putih menerawang. Serangan larva dewasa menyebabkan daun sampai berlubang, bahkan sampai tulang daun.
b. Pengamatan
· Pengamatan dilakukan pada 10 % populasi tanaman.
c. Pengendalian
· Cara kultur teknis
· Cara fisik dan mekanis
· Cara biologis
- Memanfaatkan musuh alami parasitoid, seperti Telenomus spodopterae Dodd (Sceliomidae), Micropitis similes (Eulopidae) dan Peribaea sp. (Tachinidae).
- Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
· Cara kimiawi
Aplikasi insektisida selektif dan efektif sesuai dosis/ konsentrasi yang direkomendasi.
2. Penyakit
1. Layu Bakteri
Penyebab : Bakteri (Ralstonia solanacearum)
a. Gejala
· Daun layu disertai dengan warna menguning, diawali dari salah satu pucuk daun atau cabang tanaman, umumnya terjadi pada tanaman berumur sekitar 6 minggu.
· Gejala lanjut daun layu secara menyeluruh dan berwarna coklat diikuti dengan matinya tanaman.
· Bila batang tanaman terserang dipotong akan tampak garis vaskuler berwarna gelap, bila potongan batang tersebut dimasukkan ke dalam air bening akan mengeluarkan eksudat berupa lendir berwarna putih keabu-abuan. Pada fase serangan ringan keadaan tersebut tidak tampak.
· Eksudat dapat ditemukan pada akar ditandai dengan menempelnya tanah pada bagian akartersebut.
· Kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan patogen adalah suhu 27°C, cuaca kering dan curah hujan yang banyak.
b. Pengamatan
· Pengamatan dilakukan pada 5 % populasi tanaman, jika di pertanaman terdapat gejala serangan.
c. Pengendalian
· Cara kultur teknis
· Cara fisik dan mekanis
· Cara biologis
- Memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti Pseudomonas flurescens yang diaplikasikan pada permukaan bedengan secara merata saat tanaman berumur 15 hst.
- Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
· Cara kimia
- Memberi perlakuan benih sebelum ditanam dengan bakterisida selektif dan efektif.
- Apabila cara pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu bakteri sampai mencapai 5 %, aplikasi bakterisida selektif dan efektif sesuai dosis/konsentrasi yang direkomendasi.
2. Layu Fusarium
Penyebab : Cendawan (Fusarium solani)
a. Gejala
· Daun tampak layu dimulai dari daun bawah berkembang ke daun atas. kemudian menguning dan akhirnya mengering kecuali pucuk tetap berwarna hijau dan pertumbuhan tanaman tidak normal.
· Batang tanaman yang terserang, bila dipotong akan tampak kambiumnya berwarna coklat. Warna coklat serupa kadang dijumpai juga pada pembuluh tangkai daun.
· Pada tanah basah atau dingin, batang di bawah permukaan tanah menjadi busuk, tanaman layu dan mati.
b. Pengendalian
· Cara kultur teknis
· Cara fisik dan mekanis
· Cara biologis
- Memanfaatkan musuh alami patogen antagonis, seperti Trichoderma sp.
- Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.

· Cara kimia
- Memberi perlakuan benih sebelum ditanam dengan fungisida selektif dan efektif.
- Apabila cara pengendalian lainnya tidak mampu menekan serangan layu fusarium sampai mencapai 5 %, aplikasi fungisida selektif dan efektif sesuai dosis/konsentrasi yang direkomendasi.
3. Virus Daun Menggulung
Penyebab : Virus (Potato Leaf Roll VirusIPLRV)
a. Gejala
· Daun yang terserang menggulung ke bagian atas mulai dari tepi ke arah ibu tulang daun dan batang menyerupai tabung, warna daun menguning atau mengalami klorosis, Daun dan batang tanaman yang sakit menjadi pucat dan kurus serta batang mengecil.
b. Pengamatan
· Pengamatan dilakukan pada 5 % populasi tanaman, jika di pertanaman terdapat gejala serangan.
c. Pengendalian
· Cara kultur teknis
· Cara fisik dan mekanis
· Cara biologis
- Memanfaatkan musuh alami patogen antagonis dengan selektif dan efektif.
- Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
· Cara kimia
Aplikasi pestisida selektif dan efektif sesuai dosis/ konsentrasi yang direkomendasi.

Selasa, Juli 14, 2009

PAPRIKA

Pendahuluan
Paprika bisa dikatakan sebagai komoditi sayuran kelas menengah atas. Karena yang paling sering mengkonsumsi adalah restoran-restoran mewah dan hotel-hotel berbintang yang menghidangkan masakan berbahan baku paprika. Paprika belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat didalam negri karena belum memasyarakatnya buah paprika dan masih sedikit jenis masakan-masakan khas Indonesia yang menggunakan buah paprika disamping itu masih tergolong mahal dibanding dengan cabe besar biasa.Paprika terus meningkat permintaannya terutama dari para pemasok hotel, restoran, catering dan pasar swalayan di kota-kota besar yang masih merasa kekurangan suplai. Berkembangnya sektor pariwisata membuat hotel dan restoran besar menjadi semakin bertambah dan banyaknya pengunjung luar negeri yang rata-rata makanan mereka menggunakan paprika. Paprika merupakan komoditi berprospek cerah karena peluang pasarnya masih luas dan harganya pun cukup tinggi dibandingkan komoditi sayuran yang lain. Hal ini dikarenakan petani yang mengupayakan paprika masih sangat sedikit jumlahnya. Dalam luasan 1 hektar bisa dihasilkan 5 s/d 10 ton paprika. Paprika dapat dijadikan sebagai satu peluang usaha yang menguntungkan.
MANFAAT & KEGUNAAN PAPRIKA
Paprika termasuk kedalam golongan cabe yang tidak pedas. Paprika banyak digunakan sebagai bahan baku masakan terutama dipakai untuk bahan baku aneka masakan luar negri. Paprika mempunyai rasa tidak pedas karena tidak ada kandungan Capsicin yaitu zat yang menimbulkan rasa pedas cabe.Paprika kaya akan karoten, vitamin B serta vitamin C. Kandungan gizi yang terdapat didalam paprika tiap 100 gram buah hijau segar adalah : 0,9g protein, 0,3g lemak, 4,4g karbohidrat, 7,0mg Ca, 0,4mg Fe, 22mg P, 540 IU vitamin A, 22,0mg vitamin B1, 0,002mg vitamin B2, 0,4 Niacin adan 160mg vitamin C. Paprika juga mengandung asam askorbat yang nilai gizinya setiap 100 gram buah paprika 29 miligram kalori, 11 miligram kalium, 870 IU vitamin, 0,03 miligram riboflafin, 0,05 miligram Niasin.
BUDIDAYA PAPRIKA
Paprika termasuk golongan tanaman cabe namun tidak memiliki rasa pedas karena tidak mengandung Capsicin. Paprika mempunyai banyak jenis antara lain : Wonder Bell, Takii ace, Jumbo sweet, Green Horn, Skipper, Colombo, Marengo dll. Paling sering dibudidayakan di Indonesia adalah Wonder bell, skipper dan blue star karena bentuknya menyerupai bel dan buahnya besar.Paprika termasuk tanaman semusim yang dapat tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 700 – 1.000 dpl dengan kelembapan udara berkisar 80%. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah lempung berpasir dengan PH yang cocok 6 – 7. Tanaman paprika membutuhkan suhu optimum untuk pertumbuhannya antara 18 s/d 23 derajat Celcius. Paprika pada waktu dibudidayakan harus diperhatikan jenis medianya , jika lahan penanaman termasuk tanah berat maka harus dilakukan pembajakan terlebih dahulu. Permukaan bedengan yang akan ditanami harus gembur atau remah. Untuk menghambat pertumbuhan gulma bedengan diberikan mulsa setelah pemupukan dasar. Pengapuran dilakukan bersama-sama saat pemupukan dasar.Paprika ditanam setelah bibit semai berumur kurang lebih 21 hari dan berdaun 5 – 7 helai serta sudah cukup kuat untuk dipindah dilahan penanaman. Penanaman dilakukan pada sore hari diatas jam 16.00 atau dari jam 06.00 s/d 0 8.00. Dimaksudkan agar tanaman tidak mengalami stress karena terkena terik matahari. Paprika pada waktu perkecambahan harus dijaga kelembapannya agar didapatkan bibit yang baik saat persemaian. Apabila kekurangan unsur hara dan air paprika akan terhambat pertumbuhannya terutama pada pertumbuhan awal dan pembungaan. Paprika muda sangat disukai oleh serangga, saat umur 3 hari dilakukan penyemprotan dengan insektisida kontak yang berbau menyengat. Paprika sangat peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi sehingga untuk memperoleh hasil optimal, selama pertumbuhannya perlu diberikan naungan. Tanaman yang diberi naungan hasilnya lebih memberikan bobot. Paprika merupakan tanaman yang toleran terhadap kekurangan sinar cahaya matahari. Naungan dapat menggunakan plastik atau tanaman yang agak tinggi sebagai pelindung.Paprika mempunyai musuh berupa penyakit yang timbulnya banyak dipengaruhi iklim dan keadaan tanaman yang terlalu lembab. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman paprika hampir sama dengan hama dan penyakit yang menyerang pada jenis tanaman cabe yang lain. Pengendalian hama dilakukan secara mekanis dan kimia, sedang pengendalian penyakit dilakukan secara kimia.Hama yang biasa menyerang Pprika adalah Thrips sp, kutu daun ( aphids gossypii ), tungau ( poypbagotarsonemuslatus ), lalat putih ( white fly ) sedangkan penyakit-penyakitnya adalah Pythium sp, Rhizoctonia sp, Fusarium sp dan Cercospora sp selain itu juga terdapat penyakit fisiologis seperti Blossom end root.Paprika mulai dapat dipanen pada saat berumur dua bulan sejak tanam. Pemanenan dilakukan untuk buah yang matang hijau dan matang berwarna. Untuk mengetahui kekerasan dan ketebalan buah dilakukan dengan dipijat. Buah siap panen akan berbunyi nyaring bila diketuk dan tidak berubah bila ditekan. Paprika dipetik dengan tangkai buahnya. Rata-rata berat buah panenan 200 s/d 250 gram.Paprika setelah dipanen sebaiknya disimpan agar kualitas buah tetap terjamin sebelum sampai ketangan konsumen. Penyimpanan di-ruangan dengan suhu 7 – 10 derajat Celcius sangat baik untuk mempertahankan kualitas paprika.
KRITERIA KEBUTUHAN PAPRIKA
Kebutuhan Paprika untuk pasar lokal adalah paprika yang sudah masak. Kriteria paprika matang hijau adalah buah berwarna hijau mengkilat, daging buah keras tebal, mudah dilepaskan dari tangkainya, tidak cacat serta bebas dari hama penyakit.Paprika dengan permintaan buah yang dipanen matang warna adalah buah yang sudah berwarna merata, daging buah tebal, tidak cacat serta bebas dari hama dan penyakit. Paprika memiliki banyak pilihan warna buah yaitu paprika warna merah, kuning, hijau, putih dan ungu. Paprika yang akan dipasok harus disortasi terlebih dahulu berdasarkan grade. Paprika kelas A adalah buah paprika dengan kondisi tidak cacat berbentuk normal dan mempunyai berat 150 - 250 gram / buah. Paprika kelas B adalah buah paprika mulus dengan berat antara 80 - 150 gram / buah.Paprika setelah di grade harus dipacking. Yang perlu diperhatikan dalam proses packing adalah kemasan yang digunakan, jumlah buah dalam kemasan, cara packing kemasan dan jumlah tumpukan kemasan yang masih bisa ditoleransi dalam angkutan agar tidak merusak buah. Paprika permintaan pasar lokal dipacking menggunakan keranjang-keranjang yang ber-aerasi udara baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Ir. M.S. Iman Harjono - Budidaya Paprika ,cabai manis bernilai komersial - Solo : CV. Aneka - 1996Hama penyakit cabai dengan pengendaliannya
- Trubus No. 315, Thn.XXVII, Juni - 1996
- Ir. Pracaya - Hama dan penyakit tanaman - Jakarta : Penebar Swadaya - 1991
- Anggoro Putranto - bagaimana cara tanaman berkembag biak - Wahana mandiri - 1987
- Sujatmaka - Memilih insektisida yang tepat - Trubus, Desember 1988
- Prihmantoro, Heru - Hidroponik sayuran semusim utk bisnis & hoby - Jakarta : Penebar Swadaya -2001

Budidaya Kelapa Sawit / Palm Oil (Elaeis guineensis Jacq.)

Ekologi Kelapa Sawit
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15 °LU-15 °LS. Ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0-500 m dpl. Kelapa sawit menghendaki curah hujan sebesar 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30 °C. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5-7 jam/hari. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90 %. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH yang optimum adalah 5,0–5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o.
Perbanyakan
Perbanyakan kelapa sawit dilakukan dengan cara generatif dan saat ini sudah dilakukan kultur jaringan untuk memperbanyak kelapa sawit. Pada pembiakan dengan kultur jaringan digunakan bahan pembiakan berupa sel akar (metode Inggris) dan sel daun (metode Perancis). Metode ini mampu memperbanyak bibit tanaman secara besar-besaran dengan tingkat produksi tinggi dan pertumbuhan tanaman seragam. Persyaratan Benih
Benih untuk bibit kelapa sawit disediakan oleh Marihat Research Station dan Balai Penelitian Perkebunan Medan. Benih dengan kualitas sangat baik ini berasal dari induk Delidura dan bapak Pisifera. Pengecambahan Benih (Cara Balai Penelitian Perkebunan Medan)
a) Tangkai tandan buah dilepaskan dari spikeletnya.b) Tandan buah diperam selama tiga hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan buah dari tandannya dan peram lagi selama 3 hari.
c) Masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Cuci biji dengan air dan masukkan ke dalam larutan Dithane M-45 0,2% selama 3 menit. Keringanginkan dan seleksi untuk memberoleh biji yang berukuran seragam.
d)Semua benih disimpan di dalam ruangan bersuhu 22 derajat C dan kelembaban 60-70% sebelum dikecambahkan.
Pengecambahan Benih a) Rendam biji dalam air selama 6-7 hari dan ganti air tiap hari, lalu rendam dalam Dithane M-45 0,2% selama 2 menit. Biji dikeringanginkan.
b) Masukkan biji ke dalam kaleng pengecambahan dan tempatkan dalam ruangan dengan temperatur 39 derajat C dan kelembaban 60-70% selama 60 hari. Setiap 7 hari benih dikeringanginkan selama 3 menit.
c) Setelah 60 hari rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan keringanginkan lagi. Masukkan biji ke larutan Dithane M-45 0,2% 1-2 menit. Simpan benih di ruangan 27 derajat C. Setelah 10 hari benih berkecambah. Biji yang berkecambah pada hari ke 30 tidak digunakan lagi.

Pembibitan
Terdapat dua teknik pembibitan yaitu: (a) cara langsung tanpa dederan dan (b) cara tak langsung dengan 2 tahap (double stages system), yaitu melalui dederan/pembibitan awal (prenursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama(nursery)selama 9 bulan. Lahan pembibitan dibersihkan, diratakan dan dilengkapi dengan instalasi penyiraman. Jarak tanam biji di pembibitan adalah 50x50, 55x55, 60x60, 65x65, 70x70, 75x75, 80x80, 85x85, 90x90 atau 100x100 dalam bentuk segitiga sama sisi. Jadi, kebutuhan bibit per hektar antara 25.000-12.500.
a) Cara langsung
Kecambah langsung ditanam di dalam polibag ukuran besar seperti pada cara pembibitan. Cara ini menghemat tenaga dan biaya.
b) Cara tak langsung
1. Dederan
Tujuan pembibitan awal adalah untuk memperoleh bibit kelapa sawit yang merata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Umumnya pembibitan awal dilakukan dengan cara pembibitan kantong plastik. Kegiatan pemeliharaan di pembibitan awal meliputi pemeliharaan jalan dan saluran air, penyiraman, penyiangan, pemupukan, penjarangan naungan, pengendalian hama dan penyakit serta seleksi bibit.
Kecambah dimasukkan ke dalam polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan ke pembibitan.
2. Pembibitan
Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40 x 50 atau 45 x 60 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah di dalam polibag sampai lembab. Polibag disusun di atas lahan yang telah diratakan dan diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak seperti disebutkan di atas.
Kegiatan pemeliharaan bibit di pembibitan utama meliputi:
1. Penyiraman
Kegiatan penyiraman di pembibitan utama dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah air yang diperlukan sekitar 9–18 liter per minggu untuk setiap bibit.
2. Pemupukan
Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk (N,P,K dan Mg) dengan komposisi 15:15:6:4 atau 12:12:7:2.
3. Seleksi bibit
Seleksi dilakukan sebanyak tiga kali. Seleksi pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan. Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang, dengan ciri-ciri:
a) bibit tumbuh meninggi dan kakub) bibit terkulaic) anak daun tidak membelah sempurnad) terkena penyakite) anak daun tidak sempurna.

Penanaman
Pembukaan lahan dilakukan cara mekanis (membajak dan menggaru) dan cara kimia yaitu dengan herbisida. Lubang tanam dibuat 2-3 bulan sebelum penanaman bibit di lapangan. Bibit ditanam dengan jarak tanam 9 m x 9m. Jarak tanam yang digunakan pada tanah bergelombang adalah 8,7 m x 8,7 m. Lubang tanam diberi pupuk dasar berupa Rock Phosphate (RP) dengan dosis 500 g per lubang. Areal yang masih belum ditanami dan terbuka perlu ditanami tanaman penutup tanah (Legume Cover Crop). Contoh tanaman ini adalah Peuraria javanica, Calopogonium mucunoides dan Centrosema pubescens. Pemeliharaan Tanaman
PemupukanTujuan dari pemupukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif. Sedangkan pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM) diarahkan untuk produksi buah. Pemberian pupuk dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan. Pemupukan dilakukan dengan menyebarkan pupuk secara merata di dalam piringan. Jenis pupuk yang digunakan pada TBM berupa pupuk tunggal ataupun pupuk majemuk, seperti CF 12.12.5.12 ( 12 % N, 12 % P2O5, 5 % K2O, 12 % MgO), Urea (45 % N), RP (60 % P2O5), Murriate of Potash (60 % K2O), Kieserite ( 26 % MgO) dan Borate (46 % B2O5). Pemupukan pada TM berdasarkan hasil analisa daun yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Dosis pupuk yang diaplikasikan pada TBM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Dosis pemupukan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM).
------------------------------------------------------------------------------------Umur tanaman(bulan) Jenis dan dosis pupuk (kg/pohon) SA TSP KCI Kieserite Garam Borium------------------------------------------------------------------------------------ 0 - 0.50 - - - 1 0.10 - - - - 3 0.25 - 0.15 0.15 - 5 0.25 - 0.15 0.15 - 8 0.25 0.50 0.25 0.15 0.02 12 0.25 - 0.25 0.15 - 16 0.50 0.50 0.50 0.25 0.03 20 0.50 - 0.50 0.25 - 24 0.50 - 0.50 0.25 0.05 28 0.75 1.00 0.75 0.25 - 32 0.75 - 0.75 0.25 ------------------------------------------------------------------------------------- Total 4.10 2.50 3.80 1.85 0.01------------------------------------------------------------------------------------Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 1987

KastrasiKastrasi adalah kegiatan pembuangan bunga dan buah pasir untuk merangsang pertumbuhan vegetatif serta untuk mencegah infeksi hama dan penyakit. Kastrasi dilakukan ketika tanaman mulai berbunga untuk pertama kalinya sampai tanaman berumur 33 bulan (6 bulan sebelum panen). Kastrasi dilakukan dengan interval satu bulan sekali.
Penyerbukan Buatan
Bunga jantan dan betina pada tanaman kelapa sawit letaknya terpisah dan masaknya tidak bersamaan sehingga penyerbukan alami kurang intensif. Faktor lain yang menyebabkan perlunya penyerbukan buatan adalah karena jumlah bunga jantan kurang, kelembaban yang tinggi atau musim hujan yang panjang. Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dilakukan penyerbukan buatan oleh manusia atau oleh serangga. Penyerbukan buatan dilakukan setelah kegiatan kastrasi dihentikan.
a) Penyerbukan oleh ManusiaDilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir. Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.2. Campurkan serbuk sari dengan talk murni (1:2). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium. 3. Semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.
b) Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS).
Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus yang tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas pada saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti meningkat sampai 30%. Kekurangan cara ini buah sulit rontok, tandan buah harus dibelah dua dalam pemrosesan.
Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma bertujuan menghindarkan tanaman kelapa sawit dari persaingan dengan gulma dalam hal pemanfaatan unsur hara, air dan cahaya. Kegiatan pengendalian gulma juga bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen. Contoh gulma yang dominan di areal pertanaman kelapa sawit adalah Imperata cylindrica, Mikania micrantha, Cyperus rotundus, Otochloa nodosa, Melostoma malabatricum, Lantana camara, Gleichenia linearis dan sebagainya. Pengendalian gulma terdiri dari penyiangan di piringan (circle weeding), penyiangan gulma yang tumbuh diantara tanaman LCC, membabat atau membongkar gulma berkayu dan kegiatan buru lalang (wiping).
Penunasan atau Pemangkasan Daun
Penunasan merupakan kegiatan pemotongan pelepah daun tua atau tidak produktif. Penunasan bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen, pengamatan buah matang, penyerbukan alami, pemasukan cahaya dan sirkulasi angin, mencegah brondolan buah tersangkut di pelepah, sanitasi dan menyalurkan zat hara ke bagian lain yang lebih produktif.
Terdapat tiga jenis pemangkasan daun, yaitu:
a) Pemangkasan pasirMembuat daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
b) Pemangkasan produksiMemotong daun-daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) sebagai persiapan panen pada waktu tanaman berumur 20-28 bulan.
c) Pemangkasan pemeliharaanMembuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.
Sistem yang umum digunakan adalah sistem songgo dua, dimana jumlah pelepah daun yang disisakan hanya dua pelepah dari tandan buah yang paling bawah. Rotasi penunasan pada TM adalah sembilan bulan sekali.